UHB NEWS

Dari Culture Shock hingga Menjadi Lebih Mandiri – Cerita Hearty Indah Mutiara, Mahasiswi UHB yang Beradaptasi di Jepang

Dari Culture Shock hingga Menjadi Lebih Mandiri  – Cerita Hearty Indah Mutiara, Mahasiswi UHB yang Beradaptasi di Jepang

PURWOKERTO – Hearty Indah Mutiara, atau yang akrab disapa Mutia, tidak pernah membayangkan dirinya akan menjalani magang di Jepang.

Mahasiswi S1 Keperawatan Universitas Harapan Bangsa (UHB) asal Purwokerto ini awalnya hanya mengikuti jejak sang kakak yang juga kuliah di UHB.

Namun, takdir membawa Mutia ke negeri sakura melalui program magang unggulan yang ditawarkan oleh kampusnya.

Mutia, yang kini tergabung dalam batch 7 program magang di Jepang, ditempatkan di Osaka sejak 25 Juni 2024. Dalam dua bulan pertama, Mutia merasakan culture shock yang cukup kuat.

“Disini serba cepat dan selalu tepat waktu. Jadi harus adaptasi untuk mengimbangi orang-orang Jepang, terutama di lingkungan magang,” ungkapnya.

Meskipun demikian, Mutia mulai menemukan ritmenya di Jepang. Ia terkesan dengan kedisiplinan dan ketepatan waktu masyarakat Jepang.

“Bahkan kalau ada delay, misalnya jadwal kereta dan bus, pasti ada pemberitahuan. Maksimal 5 menit sebelumnya,” tambahnya.

Tantangan terbesar yang dihadapi Mutia adalah beradaptasi dengan cara kerja dan lingkungan sosial di Jepang. Ia mengaku bahwa dua minggu pertama merupakan masa-masa yang sulit.

Namun, seiring waktu, Mutia mulai beradaptasi dan merasakan manfaat dari pengalaman ini.

“Jadi sekarang bisa lebih mandiri. Karena di Jepang itu orang-orangnya cenderung individualis. Namun, baiknya, mereka tidak semena-mena kepada anak magang,” ujarnya.

Mutia juga berbagi cerita tentang pengalaman uniknya dengan makanan di Jepang. Pada awal-awal di Jepang, ia mencoba berbagai makanan khas setempat. Namun, ada satu kejadian yang membuatnya lebih berhati-hati.

“Pernah waktu pertama itu beli makanan ringan di supermarket. Itu sudah habis 9 bungkus karena rasanya memang enak. Tapi saat teman lihat komposisinya, ternyata ada tulisan kanji yang artinya babi. Setelah saya tahu, saya langsung berhenti makan,” cerita Mutia.

Meskipun demikian, Mutia tidak kapok untuk mengeksplorasi kuliner Jepang. Ia bertekad untuk lebih teliti dalam memilih makanan yang sesuai dengan keyakinannya. “Yang penting tidak mengandung babi,” tegasnya.

Pengalaman magang ini juga membuka mata Mutia tentang kebutuhan emosional para lansia yang ia rawat.

“Rata-rata orang tua yang dirawat merasa kesepian. Jadi saya berusaha menempatkan diri sebagai keluarga mereka,” ungkapnya.

Ia juga merasa diterima dengan baik oleh para perawat dan pasien di tempat magangnya.

Bagi Mutia, pengalaman magang di Jepang tidak hanya mengajarkannya tentang profesionalisme, tetapi juga tentang bagaimana mengatasi tantangan hidup di negeri orang.

“Intinya kalau kita ada kemauan dan mental yang kuat, pasti jalannya akan dimudahkan,” pungkasnya dengan penuh semangat.

Rektor UHB, Dr. Yuris Tri Naili, S.H., KN., M.H., menyatakan program magang Jepang ini merupakan salah satu program unggulan UHB.

“Kami berharap program ini bisa menjadi ajang pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam konteks global,” ujarnya.

Senada dengan Rektor, Head of Global Internship Program UHB, Ida Dian Sukmawati, S.S., M.Pd., menyatakan program ini dirancang untuk memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa di lingkungan internasional.

“Program ini diharapkan bisa membuka wawasan mahasiswa tentang perbedaan budaya dan mempersiapkan mereka untuk menjadi profesional yang siap menghadapi tantangan global,” jelasnya.

Tags

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *